HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN BELANJA DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA

 

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN BELANJA DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERSETUJUAN

HALAMAN DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang Masalah
  2. Tujuan Penelitian
  3. Manfaat Penelitian

BAB II. LANDASAN TEORI

  1. Kebiasaan Belanja
  1. Kebiasaan
  2. Belanja
  3. Pengertian Perilaku Konsimtif
  4. Aspek-aspek yang Terkait dengan Perilaku Konsumtif
  5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumtif
  6. Pengertian Remaja
  7. Ciri-ciri Remaja
  1. Perilaku Konsumtif
  1. Remaja
  1. Hubungan Antara Kebiasaan Belanja Dengan Perilaku Konsumtif Pada Remaja
  2. Hipotesis

BAB I

PENDAHULUAN

 

  1. Latar Belakang Masalah

Setiap orang memiliki kebutuhan hidupnya masing-masing. Kebutuhan itu berusaha untuk dapat dipenuhi dengan cara yang berbeda-beda. Ada yang memenuhi kebutuhannya secara wajar dan ada juga yang berlebihan dalam pemenuhan kebutuhannya. Hal tersebut menyebabkan orang-orang untuk berperilaku konsumtif. Perilaku konsumtif seperti ini terjadi pada hampir semua lapisan masyarakat. Tidak hanya pada orang dewasa, perilaku konsumtif pun banyak melanda para remaja.

Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak – kanak menuju usia dewasa. Pada masa remaja individu mulai mengalami perubahan dalam sikap dan perilakunya sejajar dengan tingkat perubahan fisiknya. Remaja sangat mudah dipengaruhi oleh faktor yang ada diluar dirinya seperti keluarga,lingkungan pergaulannya,teman sebaya dan teman sekolah.Sifat – sifat seperti inilah yang mengakibatkan remaja dianggap sebagai sasaran pasar yang paling menguntungkan. Sehubungan dengan ini Yatman(1987) menganalisis keadaan di Indonesia dengan mengungkapkan pandangan bahwa remaja merupakan kelompok sasaran pasaran yang paling potensial.

Remaja memang sering dijadikan target pemasaran berbagai produk industri, antara lain karena karakteristik mereka yang labil, spesifik dan mudah dipengaruhi sehingga akhirnya mendorong munculnya berbagai gejala dalam perilaku membeli yang tidak wajar. Membeli tidak lagi dilakukan karena produk tersebut memang dibutuhkan, namun membeli dilakukan karena alasan-alasan lain seperti sekedar mengikuti mode, hanya ingin mencoba produk baru, ingin memperoleh pengakuan sosial dan sebagainya.

Remaja merupakan obyek yang menarik untuk diminati oleh para ahli pemasaran. Kelompok usia remaja adalah salah satu pasar yang potensial bagi produsen. Alasannya karena pola konsumsi seseorang terbentuk pada usia remaja. Disamping itu, remaja biasanya mudah terbujuk rayuan iklan, suka ikut-ikutan teman, tidak realistis, dan cenderung boros dalam menggunakan uangnya, lebih mudah terpengaruh teman sebaya dalam hal berperilaku dan biasanya lebih mementingkan gengsinya untuk membeli barang-barang bermerk agar mereka dianggap tidak ketinggalan zaman. Sifat-sifat remaja inilah yang dimanfaatkan oleh sebagian produsen untuk memasuki pasar remaja. Di kalangan remaja rasa ingin menunjukkan bahwa mereka juga dapat mengikuti mode yang sedang beredar sangatlah besar, padahal mode itu sendiri selalu berubah sehingga para remaja tidak pernah puas dengan apa yang dimilikinya, sehingga muncullah perilaku yang konsumtif tersebut.

Remaja yang berperilaku konsumtif rela mengeluarkan duitnya hanya untuk menjaga gengsi dalam pergaulannya. Baik itu masalah makanan dan minuman, pakaian, juga masalah hiburan (Food, Fashion, and Fun). Hal ini dikarenakan setiap orang ingin dianggap eksis dalam lingkungan pergaulannya.

Kesadaran akan perilaku konsumtif itu sendiri tidak terlepas dari keberadaan media yang cenderung memberikan pencitraan akan model terkini tentang gaya hidup yang konsumtif. Namun ini tentunya tidak terlepas dari realitas kehidupan sehari-hari kita. Realitas yang menunjukan kemajuan teknologi yang meniadakan ruang, memungkinkan orang melihat apa yang terjadi di daerah lain, yang melintasi RT, RW , desa, kota dan negara yang sebelumnya hanya suatu imajinasi atau kemustahilan. Semuanya dapat terjadi karena adanya media yang menjadi perantaranya yang membuat semuanya itu dapat terlihat secara jelas.

Perilaku konsumtif biasanya berpusat pada pusat-pusat perbelanjaan, seperti Mall-mall. Mall-mall yang berpenampilan menarik dengan desain dan cat yang menyolok menghidupkan kota bagai cahaya yang mampu menarik setiap orang untuk datang. Mall memberi ruang konsumsi dan pemanfaatan waktu luang sebagai pengalaman dengan meleburkan yang tradisional dan modern, dan melenyapkan arogansi orang-orang mampu dan orang-orang biasa.

Mall-mall merupakan suatu tempat yang menjanjikan kegembiraan penuh bagi setiap orang yang datang kesana. Mall adalah suatu sarana bagi mereka untuk mencari kepuasan, tidak peduli akan makanan, pakaian dan waktu hanya sekedar untuk memenuhi nafsu konsumtif mereka.

Di kalangan remaja yang memiliki orang tua dengan kelas ekonomi yang cukup berada,  terutama di kota-kota besar, mall sudah menjadi rumah kedua. Mereka ingin menunjukkan bahwa mereka juga dapat mengikuti mode yang sedang beredar. Padahal mode itu sendiri selalu berubah sehingga para remaja tidak pernah puas dengan apa yang dimilikinya. Alhasil, muncullah perilaku yang konsumtif.

Permasalahan ini menjadi penting, karena sesungguhnya remaja merupakan asset untuk kelangsungan masa depan bangsa. Sejauhmana pemahaman remaja tentang gaya hidup konsumtif ini akan dapat membantu kita untuk mengetahui sampai sejauhmana konsumtif ini telah menggejala di tengah-tengah mereka, sehingga dengan begitu kita bisa mengambil sikap-sikap yang tepat untuk dapat mengantisipasi dan mengatasi masalah ini secara lebih lanjut.

Melihat dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan antara kebiasaan belanja pada remaja dengan perilaku konsumtif?”.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka peneliti mengambil judul HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN BELANJA DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA.

  1. Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui “ Hubungan antara kebiasaan belanja dengan perilaku konsumtif pada remaja “.

  1. Manfaat Penelitian

Penulis berharap dari hasil penelitian ini nantinya dapat bermanfaat sebagai berikut :

  1. Manfaat teoritis

Hasil dari penelitian ini nantinya dapat dijadikan sebagai masukan bagi para ilmuwan dalam usaha mengembangkan ilmu-ilmu pengetahuan di bidang psikologi.

  1. Manfaat praktis

Hasil dari penelitian ini nantinya dapat dijadikan sebagai masukan dan bahan pertimbangan bagi para remaja untuk lebih bisa  mengatur gaya hidup mereka terkait dengan perilaku konsumtif dalam belanja.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

LANDASAN TEORI

  1. Kebiasaan Belanja
  1. Kebiasaan

Kebiasaan merupakan suatu aktivitas yang sering dilakukan oleh seseorang yang dilakukan secara berulang-ulang baik dalam keadaan sadar ataupun dalam keadaan tidak sadar.

Kebiasaan itu sendiri juga memiliki tiga unsur, yang mana unsur-unsur tersebut saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Unsur-unsur tersebut antara lain, yang pertama adalah unsur pengetahuan yang bersifat teoritis mengenai sesuatu yang ingin dikerjakan. Kedua adalah unsur keinginan yang berupa adanya motivasi atau kecenderungan untuk melakukan sesuatu. Ketiga adalah unsur keahlian yang berupa kemampuan atau kesanggupan untuk melakukannya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kebiasaan merupakan suatu aktivitas yang sering dilakukan seseorang secara berulang-ulang yang mencakup unsur pengetahuan, keinginan dan keahlian yang dilakukannya secara sadar maupun tidak sadar.

  1. Belanja

Pada mulanya belanja hanya merupakan suatu konsep untuk menunjukkan suatu sikap untuk mendapatkan barang yang menjadi keperluan untuk sehari-harinya dengan jalan menukarkan sejumlah uang sebagai pengganti barang tersebut. Pada saat ini kata belanja itu sendiri telah berkembang artinya sebagai suatu cerminan gaya hidup dan rekreasi di kalangan masyarakat kelas ekonomi tertentu. Belanja juga punya arti tersendiri bagi remaja.

Belanja, adalah kata yang sering digunakan sehari-hari dalam konteks perekonomian, baik di dunia usaha maupun di dalam rumah tangga. Belanja menjadi alat pemuas keinginan mereka akan barang-barang yang sebenarnya tidak mereka butuhkan, akan tetapi karena pengaruh trend atau mode yang tengah berlaku, maka mereka merasa akan suatu keharusan untuk membeli barang-barang tersebut.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa kebiasaan belanja sesungguhnya adalah suatu aktivitas untuk mendapatkan barang yang menjadi keperluannya sehari-sehari dengan jalan menukarkan sejumlah uang sebagai pengganti barang tersebut yang mana aktivitas ini sering dilakukan individu secara berulang-ulang.

  1. Perilaku Konsumtif
  1. Pengertian Perilaku Konsumtif

Perilaku konsumtif merupakan kecenderungan manusia untuk melakukan konsumsi tiada batas menurut Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia ( Agustina, 2002 ).

Pendapat lain dikemukakan oleh Suprana ( Agustina, 2002 ) yang mengatakan bahwa perilaku konsumtif adalah sebagai kecenderungan seseorang yang berperilaku secara berlebihan dalam membeli sesuatu atau membeli secara tidak terencana. Penyebab perilaku konsumtif adalah semakin membaiknya keadaan sosial ekonomi sebagai masyarakat, membanjirnya barang – barang produksi, efektifnya sarana periklanan termasuk didalamnya media massa berkembangnya gaya hidup, mode,masih tebalnya sikap gengsi, status sosial.

James F. Engel (dalam Mangkunegara, 2002: 3) ”mengemukakan bahwa perilaku konsumtif dapat didefinisikan sebagai tindakan-tindakan individu yang secara langsung terlibat dalam usaha memperoleh dan menggunakan barang-barang jasa ekonomis termasuk proses pengambilan keputusan yang mendahului dan menentukan tindakan-tindakan tersebut.

Perilaku konsumtif adalah keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan untuk mencapai kepuasan yang maksimal.  Konsumen memanfaatkan nilai uang lebih besar dari nilai produksinya untuk barang dan jasa yang bukan menjadi kebutuhan pokok.

Budaya konsumtif menimbulkan kecanduan dalam belanja. Biasanya orang-orang tidak menyadari dirinya terjebak diantara keinginan dan kebutuhan. Ini bisa menyerang siapa saja, baik perempuan maupun laki-laki.

  1. Aspek-aspek yang Terkait dengan Perilaku Konsumtif

Tambunan (2001) berpendapat ada lima aspek yang mendasari perilaku konsumtif, yaitu :

  1. Adanya suatu keinginan mengkonsumsi secara berlebihan.
  2.  Pemborosan

Perilaku konsumtif yang memanfaatkan nilai uang lebih besar dari nilai produknya untuk barang dan jasa yang bukan menjadi kebutuhan pokok. Perilaku ini hanya berdasarkan pada keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan untuk mencapai kepuasan yang maksimal.

  1. Inefisiensi Biaya

Pola konsumsi seseorang terbentuk pada usia remaja yang biasanya mudah terbujuk rayuan iklan, suka ikut-ikutan teman, tidak realistis, dan cenderung boros dalam menggunakan uangnya sehingga menimbulkan inefisiensi biaya.

  1. Pengenalan kebutuhan

Pengambilan keputusan membeli barang dengan mempertimbangkan banyak hal seperti faktor harga, faktor kualitas, faktor manfaat, dan faktor merk.

  1. Emosional
    Motif pembelian barang berkaitan dengan emosi seseorang. Biasanya konsumen membeli barang hanya karena pertimbangan kesenangan indera atau bisa juga karena ikut-ikutan.

Berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Tambunan (2001), maka dapat disimpulkan bahwa aspek yang terkait dengan gaya hidup konsumtif yaitu keinginan untuk mengkonsumsi secara berlebihan, pemborosan, inefisiensi biaya, pengenalan kebutuhan dan emosional yang dimiliki oleh individu tersebut.

  1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumtif

Menurut Sigit ( Agustina, 2002 ) ada dua faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian seseorang. Faktor pertama adalah sikap orang lain, faktor ini dapat mengurangi alternatif yang disukai seseorang tetapi tergantung dari intensitas sikap negatif pihak lain terhadap alternatif konsumen dan motivasi konsumen untuk tunduk pada keinginan orang lain. Faktor kedua adalah situasi yang tidak terduga seperti seseorang yang pernah dikecewakan sehubungan dengan produk yang dibelinya dan keperluan lain yang harus didahului pemenuhannya.

Menurut Mangkunegara ( Agustina, 2002 ) terdapat dua kekuatan yang mempengaruhi perilaku konsumtif, yaitu :

  1. Kekuatan Sosial Budaya
  1. Budaya

Mengacu pada nilai, gagasan dan simbol – simbol lain yang bermakna dan akan membantu individu untuk berkomunikasi, melakukan penafsiran dan evaluasi sebagai anggota masyarakat.

  1. Kelas Sosial

Kelas sosial didefinisikan sebagai suatu kelompok yang terdiri dari sejumlah orang yang mempunyai kedudukan seimbang dalam masyarakat. Ada tiga golongan kelas sosial :

  1. Golongan atas, yang termasuk pengusaha dan pejabat tinggi
  2. Golongan menengah, mengawasi instansi pemerintah dan pengusaha menengah
  3. Golongan bahwa, buruh pabrik, pegawai rendah, tukang becak dan pedagang kecil.

Makin keatas status sosial ekonomi seseorang, makin memungkinkan adanya peluang mengkonsumsi barang dan jasa secara lebih banyak, lebih lengkap dan lebih mahal. Nurhandiantomo ( Agustina, 2002 )

  1. Keluarga

Keluarga dapat didefinisikan sebagai suatu unit masyarakat yang terkecil yang perilakunya sangat mempengaruhi dalam pengambilan keputusan membeli

  1. Kekuatan Faktor Psikologis
  1. Motivasi

Merupakan kekuatan yang terdapat dalam diri individu yang menyebabkan individu tersebut bertindak dan berbuat.

  1. Persepsi

Seseorang termotivasi akan siap bereaksi, bagaimana orang telah dimotivasiini bertindak adalah dipengaruhi oleh persepsinya mengenai situasi.

  1. Konsep Diri

Didefinisikan sebagai cara bagaimana seseorang melihat dirinya sendiri dalam waktu tertentu sebagai gambaran tentang apa yang dipikirkan.

  1. Kepribadian

Didefinisikan sebagai suatu bentuk dari sifat – sifat yang ada pada dari individu yang sangat menentukan perilakunya, Kepribadian konsumen sangat ditentukan oleh faktor internal dan faktor eksternal dari dirinya.

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumtif adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu (faktor internal) dan faktor yang berasal dari luar individu atau faktor lingkungan (faktor eksternal).

  1. Remaja
  1. Pengertian Remaja

Kata “remaja” berasal dari bahasa latin yaitu adolescere yang berarti to grow atau to grow maturity ( Golinko,1984 dalam Rice,1990 ). Banyak tokoh yang memberikan definisi tentang remaja, seperti DeBrun ( dalam Rice,1990 ) mendefinisikan remaja sebagai periode pertumbuhan antara masa kanak – kanak dengan masa dewasa.

Menurut Calon ( Monks dkk, 1998 ) remaja adalah masa yang menunjukkan dengan jelas sifat – sifat masa transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa tetapi tidak lagi memiliki status kanak – kanak.

Dilain pihak Harlock (1973) menyebutkan remaja adalah mereka berusia 13 – 18 th untuk wanita dan dari 14 – 18 th untuk pria. Memang pendapat Harlock ini didasarkan pada kebiasaan di negara – negara barat dimana anak – anak yang sudah berusia 17 th mulai hidup terpisah dari orang tuanya dan membiayai hidupnya sendiri.

Jersild (1963) mengatakan bahwa masa ramaja diawali dengan adanya perubahan – perubahan biologik sewaktu pubertas dan diakhiri ketika individu mencapai pertumbuhan badan maksimal,pertumbuhan mental optimal dan kematangan sexual selain juga diperhitungkan segi sosiologik,hukum, dan moral.

Berdasarkan berbagai pendapat para ahli maka dapat ditarik kesimpulan bahwa remaja adalah suatu periode yang menunjukkan peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa dengan rentang usia 13 – 18 tahun untuk perempuan dan 14 – 18 tahun untuk laki-laki.

  1. Ciri-ciri Masa Remaja

Masa remaja adalah suatu masa perubahan. Pada masa remaja terjadi perubahan yang cepat baik fisik, maupun psiklogis. Ada beberapa perubahan yang terjadi selama masa remaja:

  1. Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang dikenal dengan masa storm dan stress. Peningkatan emosional ini merupakan hasil dari perubahan fisik terutama hormon yang terjadi pada masa remaja. Dari segi kondisi sosial, peningkatan emosi ini merupakan tanda masa sebelumnya. Pada masa ini banyak tuntutan dan tekanan yang ditujukan pada remaja, misalnya mereka diharapkan untuk tidak lagi bertingkah seperti anak – anak, meraka harus lebih mandiri dan bertanggung jawab. Kemandirian dan tanggung jawab ini akan terbentuk seiring berjalannya waktu, dan akan nampak jelas pada remaja akhir yang duduk diawal – awal masa kuliah.
  2. Perubahan yang cepat secara fisik yang juga disertai kamatangan seksual. Terkadang perubahan ini membuat remaja merasa tidak yakin akan diri dan kemampuan mereka sendiri. Perubahan fisik yang terjadi secara cepat, baik perubahan internal seperti system sirkulasi, pencernaan, dan sistem respirasi maupun perubahan eksternal seperti tinggi badan, berat badan, dan proporsi tubuh sangat berpengaruh terhadap konsep diri remaja.
  1. Perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan orang lain. Selama masa remaja banyak hal – hal yang menarik bagi dirinya dibawa dari masa kanak – kanak digantikan dengan hal menarik yang baru dan matang. Hal ini juga dikarenakan adanya tanggung jawab yang lebih besar pada remaja, maka remaja diharapkan untuk dapat mengarahkan ketertarikan mereka pada hal – hal yang lebih penting. Perubahan juga terjadi dalam hubungan dengan orang lain. Remaja tidak lagi berhubungan hanya dengan individu dari jenis kelamin yang sama, tetapi juga dengan lawan jenis, dan dengan orang dewasa.
  2. Perubahan nilai, dimana apa yang mereka anggap penting ada masa kanak – kanak menjadi kurang  penting karena sudah mendekati dewasa
  3. Kebanyakan remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi perubahan yang terjadi. Di satu sisi mereka menginginkan kebebasan, tetapi di sisi lain mereka takut akan tanggung jawab yang menyertai kebebasan tersebut, serta meragukan kemampuan mereka sendiri untuk memikul tanggung jawab tersebut.

Berdasarkan ciri-ciri remaja di atas dapat diketahui bahwa ciri seorang remaja adalah adanya perubahan dalam dirinya baik perubahan secara emosional, perubahan secara fisik, perubahan dalam berhubungan dengan orang lain, perubahan nilai dan perubahan dalam berfikir.

  1. Hubungan Antara Kebiasaan Belanja Dengan Perilaku Konsumtif Pada Remaja

Perilaku konsumtif merupakan perilaku membeli yang berlebihan dan tidak lagi mencerminkan usaha manusia untuk memanfaatkan uang secara ekonomis namun perilaku konsumtif dijadikan sebagai suatu sarana untuk menghadirkan diri dengan cara yang kurang tepat. Perilaku tersebut menggambarkan sesuatu yang tidak rasional dan bersifat kompulsif sehingga secara ekonomis menimbulkan pemborosan dan inefisiensi biaya. Sedangkan secara psikologis menimbulkan kecemasan dan rasa tidak aman.Konsumen dalam membeli suatu produk bukan lagi untuk memenuhi kebutuhan semata-mata, tetapi juga keinginan untuk memuaskan kesenangan. Keinginan tersebut seringkali mendorong seseorang untuk membeli barang yang sebenarnya tidak dibutuhkan. Hal ini dapat dilihat dari pembelian produk oleh konsumen yang bukan lagi untuk memenuhi kebutuhan semata tetapi juga keinginan untuk meniru orang lain yaitu agar mereka tidak berbeda dengan anggota kelompoknya atau bahkan untuk menjaga gengsi agar tidak ketinggalan jaman. Keputusan pembelian yang didominasi oleh faktor emosi menyebabkan timbulnya perilaku konsumtif. Hal ini dapat dibuktikan dalam perilaku konsumtif yaitu perilaku membeli sesuatu yang belum tentu menjadi kebutuhannya serta bukan menjadi prioritas utama dan menimbulkan pemborosan.

Belanja, adalah kata yang sering digunakan sehari-hari dalam konteks perekonomian, baik di dunia usaha maupun di dalam rumah tangga. Namun kata yang sama telah berkembang artinya sebagai suatu cerminan gaya hidup dan rekreasi pada masyarakat kelas ekonomi tertentu. Belanja juga punya arti tersendiri bagi remaja. Budaya konsumtif itu sendiri dapat menimbulkan kecanduan dalam belanja. Biasanya remaja tidak menyadari dirinya terjebak diantara keinginan dan kebutuhan. Perilaku konsumtif ini bisa menyerang siapa saja, baik remaja perempuan maupun laki-laki. Hal ini dikarenakan remaja adalah sebuah kelompok umur yang mempunyai dinamika yang unik. Dalam masa remaja, seseorang akan belajar untuk mengenal dirinya sendiri serta mengalami proses sosialisasi dengan lingkungan sosialnya.

  1. E.     Hipotesis

Dalam penelitian ini dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: “Ada hubungan positif antara kebiasaan belanja dengan perilaku konsumtif”.

BAB III

METODE PENELITIAN

 

 

  1. A.    Identifikasi Variabel

Variabel-variabel yang diukur di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

  1. Variabel bebas                   : Kebiasaan Belanja
  2. Variabel tergantung          : Perilaku Konsumtif
  1. B.     Definisi Operasional

Adapun definisi operasional dari variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

  1. Kebiasaan belanja merupakan suatu aktivitas yang sering dilakukan oleh seseorang secara berulang-ulang untuk mendapatkan barang yang menjadi keperluannya sehari-hari ataupun untuk memenuhi keinginan mereka akan barang-barang yang sebenarnya tidak mereka butuhkan, akan tetapi karena pengaruh trend atau mode yang tengah berlaku, maka mereka merasa harus membeli barang-barang tersebut dengan jalan menukarkan sejumlah uang sebagai pengganti barang tersebut.
  2. Perilaku konsumtif merupakan suatu kecenderungan seseorang yang berperilaku secara berlebihan dalam usaha untuk memperoleh, membeli dan mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan, yang mana perilaku ini dilakukan secara berlebihan dan tidak terencana guna mencapai kepuasan bagi individu tersebut.
  3. C.    Subyek Penelitian
    1. 1.      Populasi

Populasi adalah seluruh individu yang akan diteliti dan paling sedikit mempunyai satu sifat atau ciri yang sama (Hadi, 1981). Populasi dalam penelitian ini adalah para remaja perempuan.

  1. 2.      Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti (Azwar, 2007: 79). Sampel dalam penelitian ini sebanyak 30 orang remaja perempuan.

  1. 3.      Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel atau sampling adalah suatu cara atau teknik yang dipergunakan untuk pengambilan sampel. Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel secara purposive non random sampling.

  1. D.    Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah suatu cara yang dipakai oleh peneliti untuk memperolah data yang diselidiki.

Metode pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode angket. Metode angket adalah suatu metode pengumpulan data dengan menggunakan daftar pertanyaan dan pernyataan tertulis yang harus dijawab secara tertulis pula oleh responden (S. Margono, 2004).

  1. E.     Metode Analisis Data

Metode analisis data merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengolah data, menganalisa data hasil penelitian untuk diuji kebenarannya, kemudian diperoleh suatu kesimpulan dari penelitian tersebut. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode analisis statistik product moment.

Leave a comment